Resume Tugas Mata Kuliah Evaluasi dan Supervisi Bimbingan Konseling
RESUME TUGAS MATA KULIAH
EVALUASI
DAN SUPERVISI
ORGANISASI
BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
DosenPengampu: Drs. Sukoco KW, M.Pd
OLEH :
MOHAMAD FURQONI AZIZ (7F)
: 1113500086
PROGDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2017
B. Organisasi Bimbingan
dan Konseling di Sekolah
1.
Konsep
Organisasi
Agar dalam suatu kegiatan setiap
personil mengetahui tentang mekanisme kerjanya
job descrition) , perlu kiranya diatur dalam suatu organisasi yang baik.
Organisasi merupakan wadah tempat bergiatnya manajemen dan administrasi
(sanusi, 1997: 39).
Dalam prosesnya, organisasi meliputi dua
aspek : 1) pembagian kerjasama dan penetapan beban kerja setiap unit kerja dan
individunya ; 2) menentukan jenis komunikasi, pengaruh, dan kewenangan.
Demikian pula halnya dengan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah,
struktur organisasi bimbingan dan konseling merupakan sesuatu yang perlu di pahami
oleh setiap personilnya. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak terlibat di
dalamnya mengetahui secara jelas mengenai tugas dan tanggung jawabnya masing –
masing.
2.
Prinsip
– prinsip organisasi BK di sekolah
a. Rumuskan
visi, misi, sasaran, dan tujuan program BK
b. Rumuskan
perencanaan strategik secara realistis, fleksibel, dan akuntabel
c. Terpenuhinya
fasilitas pendukung secara memadai
d. Ketersediaan
personil yang memadai
e. Adanya
pembagian tugas secara jelas dan transparan
f. Adanya
komunikasi terbuka, system sharing yang bersifat team work
g. Adanya
kerja sama dengan berbagai pihak
3.
Struktur
/ Pola Organisasi BK di sekolah
Ada tiga pandangan yang mempengaruhi
pola organisasi bimbingan dan konseling, yaitu :
1. Pandangan
generalis :
Pandangan generalis ini mempunyai
keyakinan bahwa semua staf pendidikan di suatu sekolah mempunyai andil dalam
mencapai keberhasilan pelaksanaan bimbingan, oleh karena itu guru – guru di
suatu sekolah harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan bimbingan. Cara seperti
ini mempunyai manfaat yang besar mengingat :
a. Guru
mempunyai tenaga yang paling banyak dalam suatu sekolah, sehingga pelayanan
bimbingan menjadi lebih luas.
b. Guru
lebih banyak mengenal tentang siswa siswanya, sehingga apabila guru telah
menemukan siswa atau beberapa orang siswa yang mengalami kesulitan (terutama
kesulitan belajar) maka guru dengan segera dapat menangani tanpa menunggu
adanya petugas lain.
Di
lain pihak pandangan generalis ini memungkinkan terjadinya :
a. Tiap
petugas bekerja sendiri sendiri, mengingat yang terlibat dalam memberikan
bimbingan begitu banyak.
b. Dengan
mengikut sertakan semua guru dalam kegiatan membimbing, maka ada kemungkinan
guru mengira bahwa ia dapat atau boleh memberikn segala macam bimbingan, hal
ini kurang tepat, karena ada beberapa kegiatan bimbingan yang menuntut adanya
keahlian khusus serta pengalaman yang memadai misalnya mengadakan wawancara
konseling, melaksanakan tes kecerdasan, tes bakat dan lain lain.
a. Pandangan
spesialis
Pada pandangan spesialis, pelayanan individual
merupakan tekanan utama. Untuk melayani kebutuhan individual secara baik, di
perlukan berbagai macam tenaga spesialis seperti dokter, jjuru rawat,
psikiater, psikolog, pekerja sosial, penyuluh sekolah (school conselor) dan
biro testing. Dalam hal ini ahli bimbingan bekerja sama dengan ahli ahli lainya
seperti dalam melaksanakan program bimbingan di sekolah. Disamping itu ahli
bimbingan ini mengkoordinir jalanya kegiatan bimbingan dan mengatur kerja sama
antara tenaga tenaga dari berbagai profesi tersebut. Pola organisasi
berdasarkan pandangan spesialis ini mempunyai ciri :
a. Siswa
– siswa mempunyai banyak kesempatan mendapatkan pelayanan individual. Bimbingan
kelompok yang juga di laksanakan hanya merupakan titik tolak bagi bimbingan
individual.
b. Kualitas
program bimbingan menjadi tinggi, disebabkan antara lain dimanfaatkanya
berbagai tenaga ahli dari berbagai profesi.
Penerapan pola organisasi ini cocok
untuk SMA/SMK yang terletak di kota kota besar. Kualitas dan ragam permasalahan
siswa di kota – kota. Permasalahan di kota besar menuntut pelayanan yang lebih
individual supaya lebih intensif.
Ditinjau dari maksud atau tujuan dari
pola semacam ini memang baik, karena bimbingan individual itu memang akan lebih
memperhatikan siswa seorang demi seorang sesuai dengan masalah dan keadaan
khusus dari siswa tersebut.
2. Pandagan
Kurikuler
Dalam pandangan kurikuler, kegiatan
bimbingan di masukan ke dalam bagian kurikulum sekolah. Oleh karena itu
kegiatan bimbingan ini di berikan dalam bentuk pelajaran khusus, yang juga
disebut sebagai “kursus bimbingan”. Sebagai suatu kursus maka kegiatan
bimbingan disusun dalam suatu silabi seperti pada bidang studi yang lain. Dalam
silabi ini, dicantumkan berbagai topik yang akan di jadikan materi bimbingan
yang tersusun secara jelas dan lengkap, pelaksana kursus dapat di lakukan oleh
konselor atau wali kelas. Adapun topik – topik yang kemungkinan dapat di
berikanh meliputi : masalah kecerdasan, bakat, minat, perkembangan pribadi
dengan aspek aspek sosiokultural, konsep diri, masalah belajar dan sebagainya.
Pola organisasi kurikuler ini mempunyai
beberapa kelemahan antara lain :
·
Sumbangan guru bidang studi cenderung
kurang dihargai, karena pelaksana bimbinganya telah di serahkan kepada petugas bimbingan
yang bukan guru.
·
Bimbingan itu sendiri dianggap siswa
sebagai mata pelajaran tambahan yang di pandang memberatkan, oleh karena itu
kurang menguntungkan bagi program BK.
·
Penyusunan silabi tentang topik – topik
bimbingan yang akan di berikan harus melibatkan para ahli BK, karena akan
dijadikan buku pegangan, hal ini cukup memberatkan.
Pola bimbingan kurikuler merupakan
kombinasi antara pandangan generalis dan pandangan spesialis. Pandangan ini
menekankan layanan individual oleh guru pembimbing dan tenaga ahli, sedangkan
peran guru berada dalam kegiatan bimbingan kelompok.
v Pola I : Kepala Sekolah bertindak
sebagai koordinator BK yang berwenang menentukan garis kebijakan
Tanggung jawab kepeimpinan seluruhnya
berada pada kepala sekolah yang bertindak sebagai koordinator bimbingan dan
konseling, dan memounyai wewenang menentukan garis kebijakan konselor dan
staffnya. Pola ini umumnya di laksanakan di SD maupun SMP yang tergolong kecil.
Keuntungan dari pola ini kepala sekolah akan selalu mengetahui perkembangan
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, adapun kekuranganya tugas dan
tanggung jawab kepala sekolah menjadi lebih berat.
v Pola II : Kepala sekolah
mendelegasikan tugas dan wewenang pelaksanaan bimbingan kepada staf bimbingan
dan konseling
Kepala sekolah hanya bertindak sebagai
konsultan, supervisor, dan fasilitator, serta hanya mempunyai tanggung jawab
keluar. Pada pola ini garis koordinator terpisah dari garis koordinasi kegiatan
kegiatan lainya. Keuntungan pola II ini, kepala sekolah mempunyai tugas dan
tanggung jawab pelaksanaan BK yang lebih ringan, kekuranganya kepala sekolah
tidak dapat mengetahui langsung pelaksanaan BK di sekolah. Pola ini lebih tepat
di gunakan di sekolah sekolah yang cukup besar tetapi dan telah memiliki tenaga
tenaga ahli dalam unit bimbingan dan konselingnya.
v Pola III : Merupakan kombinasi Pola
I dan Pola II
Dalam pola ini pelaksanaan BK di sekolah
telah di delegasikan kepada staf BK. Kepala sekolah tetap dapat mengetahui
pelaksanaan bimbingan konseling karena staf bimbingan berada dibawah garis
perintah kepala sekolah. Pola III ini dapat dipilih sekiranya pola pertama dan
kedua kurang cocok. Perimbangan pemilihan yang akan digunakan akan sangat
tergantung dari situasi dan kondisi sekolah masing – masing.
Daftar Pustaka
Achmad
Juntika dkk ; Manajemen BK di SMA sesuai
kurikulum 2004 ; Jakarta : PT.Gradindo.
Dino
Rozano ; 2005 ; Pengembangan Profesi
Konselor dalam Spekrum Tenaga Kependidikan ; Tegal : FKIP – UPS Tegal.
Juntika
Nurihsan : Pengantar Bimbingan dan Konseling
; Bandung ; Jurusan PPB – FIP UPI Bandung.
Prayitno
; 2001 ; Panduan Kegiatan Pengawasan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah ; Jakarta : Rineka Cipta.
Sugiya,
dkk ; 1994 ; Administrasi dan Organisasi
Bimbingan Konseling Sekolah ; Semarang : IKIP Semarang Press.