MAKALAH
PENDEKATAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD
DISUSUN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
TEORI
KEPRIBADIAN
OLEH
:
MOHAMAD FURQONI AZIZ (4F) : 1113500086
PROGDI
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PANCASAKTI TEGAL
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul PENDEKATAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD.
Makalah ini di buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “TEORI
KEPRIBADIAN” dengan dosen pengampu RAHMAD AGUNG
NUGROHO, M.Si.
Pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih terutama
kepada :
1. Allah SWT
2. Kedua Orang Tua yang telah membiayai dalam
pembuatan makalah
3. RAHMAD AGUNG NUGROHO, M.Si
selaku dosen pengampu
4. Teman-teman semua
Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan pada makalah ini, oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah ini di masa yang akan
datang.
Semoga
makalah ini bermanfaat terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Tiada
manusia yang sempurna, kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Terima
kasih.
Tegal,
6 Mei 2015
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di era globalisasi ini banyak sekali warga Negara
Indonesia yang mempunyai kepribadian baik. Kepribadian sangat mencerminkan
perilaku seseorang, maka dengan adanya mata kuliah ini kita diajarkan menjadi
seorang pribadi yang mempunyai kepribadian yang sangat baik. Setiap orang sama
seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang
diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita
sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas.
Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan
teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan suami atau istri
dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan
oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi. Oleh
karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan
menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. kita harus memahami
defenisi dari kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu
kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku, teori tentang kepribadian
agar terbentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-gangguan yang
biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari. Psikologi
kepribadian adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi. Psikologi kepribadian
merupakan salah satu ilmu dasar yang penting guna memahami ilmu psikologi.
Manusia sebagai objek material dalam pembelajaran ilmu psikologi tentu memiliki
kepribadian dan watak yang berbeda satu dengan yang lainnya bahkan tidak semua
orang dapat memahami kepribadian dirinya sendiri. Hal itulah yang menjadi latar
belakang kami membuat makalah tentang teori psikoanalisis Sigmund Freud,
seperti yang kita ketahui, bahwa teori kepribadian Sigmund Freud adalah yang
paling kontroversial. Teori Psikoanalisis, menjadi teori yang paling
komprehensif diantara teori kepribadian lainnya.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah teori kepribadian
psikoanalisis menurut Sigmund Freud ?
2. Apa saja yang dibahas mengenai
kepribadian yang diungkapkan oleh Freud ?
1.3
Batasan Masalah
1.
Biografi Sigmund Freud
2.
Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
3.
Struktur Kepribadian
4.
Dinamika Kepribadian
5.
Perkembangan Kepribadian
1.4
Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai teori
psikoanalisis Sigmund Freud, biografi Sigmund Freud, struktur kepribadian,
dinamika kepribadian serta perkembangan kepribadian menurut Sigmun Freud.
Selain itu tim penulis mengharapkan dengan adanya makalah ini maka pembaca akan
lebih memahami tentang apa yang ditulis dalam makalah ini.
1.5
Metode Penulisan
Metode yang
penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah pustaka. Metode pustaka
yaitu dengan mencari beberapa referensi dari berbagai judul buku. Dan dari
referensi itu dirangkum dan dikumpulkan serta diambil kesimpulan sehingga
makalah ini selesai.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi
Sigmund Freud
Bapak
Psikoanalisis Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 mei 1856 dan meninggal di
London, 23 september 1939 berasal dari keluarga Yahudi. Mempunyai seorang
isteri bernama Martha Barneys dan mempunyai 6 orang anak, seorang putrinya,
Anna Freud menjadi penganut freudinamisme.
Sigmund
Freud masuk Fakultas Kedokteran Universitas Wina pada tahun 1873-1881,
spesialisasi dokter ahli syaraf dan penyakit jiwa (psikiatri). Pada tahun 1894
Freud belajar terapi histeri pada Jean Caharcot di Paris. Tahun 1895 ia kembali
ke Wina bekerja sama dengan Dr. Joseph Breuer, dengan metode asosiasi bebas.
Tahun 1895 Freud bersama Breuer menulis tentang kasus-kasus histeri. Tahun 1902
ia membentuk kelompok psikologi di Wina. Tahun 1908 Freud diundang oleh George
Stanley Hall ke USA dan memberi ceramah-ceramah pada pertemuan-pertemuan Dies
Natalis Universitas Clark. Freud menjadi terkenal di seluruh dunia. Tahun 1909
Freud digabungi oleh Alfred Adler dan Carl Gustav Jung. Tahun 1923 Freud kena
penyakit kanker rahang dan pernah dioperasi sampai 30 kali. Tahun 1928 Nazi
berkuasa di Austria, Freud menyingkir ke Inggris dan meninggal dunia di London
1939.
2.2 Dasar
Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
Sumbangan
Freud dalam teori psikologi kepribadian substansial sekaligus di antara teori
kepribadian substansial sekaligus kontroversial. Teori Psikoanalisis menjadi
teori yang paling komprehensif di antara teori kepribadian lainnya, namun juga
mendapat tanggapan yang banyak baik tanggapan positif maupun negatif. Peran
penting dari ketidaksadaran beserta insting-insting seks dan agresi yang ada di
dalamnya dalam pengaturan tingkah laku, menjadi karya/temuan monumental Freud.
Sistematik yang dipakai Freud dalam mendiskripsi kepribadian menjadi tiga pokok
yaitu : struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan
kepribadian.
2.3 Struktur Kepribadian
Menurut
Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar, prasadar,
dan tak sadar. Pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang
lain, yakni id, ego dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur
lama tetapi melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi dan
tujuannya.
2.3.1 Tingkat
Kehidupan Mental
1. Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita
cermati pada saat tertentu. Menurut Freud hanya sebagian kecil saja dari
kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan) yang masuk ke
kesadaran (consciousness).
2. Prasadar (Preconscious)
Prasadar disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat
kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman yang
ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati,
akan ditekan pindah ke daerah prasadar.
3. Taksadar (Unconscious)
Taksadar adalah bagian yang
paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian
terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa
ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan
empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari
lahir, dan pengalam-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang
ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.
2.3.2 Wilayah Pikiran
1. Id (Das Es)
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak
lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id
berisi semua aspek psikologi yang diturunkan, seperti insting, impuls dan
drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah tak sadar, mewakili subjektivitas
yang tidak pernah sisadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses
fisik untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan
sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha
memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Plesure principle diproses dengan dua cara :
a. Tindak Refleks (Refleks Actions)
Adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir
seperti mengejapkan mata dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana
dan biasanya segera dapat dilakukan.
b. Proses Primer (Primery Process)
Adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang
dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus
kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan
khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak
mampu menilai atau membedakan benar-benar salah, tidak tahu moral. Alasan
inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.
2. Ego (Das Ich)
Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani
realita sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle) usaha memperoleh kepuasan yang dituntut id
dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai
ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.
Ego adalah eksekutif atau pelaksana dari
kepribadian, yang memiliki dua tugas utama ; pertama, memilih stimuli mana yang
hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan
prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu
dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Ego
sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki
energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
3. Superego (Das Ueber Ich)
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari
kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan
prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia
tak punya sumber energinya sendiri. Akan tetapi, superego berbeda dari ego
dalam satu hal penting – superego tak punya kontak dengan dunia luar sehingga
tuntutan superego akan kesempurnaan pun menjadi tidak realistis.
Prinsip idealistik mempunyai dua sub prinsip yakni
suara hati (conscience) dan ego
ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini secara jelas tetapi secara umum,
suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku
yang tidak pantas dan mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak
dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan
atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya
dilakukan.
Superego bersifat nonrasional dalam menuntut
kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan
maupun baru dalam fikiran. Ada tiga fungsi superego ; (1) mendorong ego
menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik, (2) merintangi
impuls id terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar
nilai masyarakat, (3) mengejar kesempurnaan.
2.4
Dinamika
Kepribadian
Tingkat
kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi
kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip
motivasional untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan
manusia. Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kesenangan serta
menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis
dan fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.
2.4.1 Insting Sebagai Energi Psikis
Insting
adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan
misalnya insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai
kekurangan nutrisi, dan secara psikologis dalam bentuk keinginan makan. Hasrat,
atau motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi
psikis dan kumpulan enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang
merupakan enerji yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian. Enerji
insting dapat dijelaskan dari sumber (source), tujuan (aim), obyek (object) dan
daya dorong (impetus) yang dimilikinya :
1. Sumber insting : adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh
menuntut keadaan yang seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya
akan mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting lapar.
2. Tujuan insting : adalah menghilangakan rangsangan kejasmanian,
sehingga ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh
meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan)
ialah menghilangkan keadaan kekurangan makan, dengan cara makan.
3. Obyek insting : adalah segala aktivitas yang menjadi perantara
keinginan dan terpenuhinya keinginan itu. Jadi tidak hanya terbatas pada
bendanya saja, tetapi termasuk pula cara-cara memenuhi kebutuhan yang timbul
karena isnting itu. Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya makanan, tetapi
meliputi kegiatan mencari uang, membeli makanan dan menyajikan makanan itu.
4. Pendorong atau
penggerak insting : adalah kekuatan
insting itu, yang tergantung kepada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan.
Misalnya, makin lapar orang (sampai batas tertentu) penggerak insting makannya
makin besar.
2.4.2 Jenis-Jenis Insting
1. Insting Hidup (Life Instinct)
Insting
hidup disebut juga Eros adalah dorongan yang menjamin survival dan reproduksi,
seperti lapar,haus dan seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup itu
disebut “libido”. Walaupun Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk insting
hidup, namun dalam kenyataannya yang paling diutamakan adalah insting seksual
(terutama pada masa-masa permulaan,sampai kira-kira tahun 1920). Dalam pada itu
sebenarnya insting seksual bukanlah hanya untuk satu insting saja, melainkan
sekumpulan insting-insting, karena ada bermacam-macam kebutuhan jasmaniah yang
menimbulkan keinginan-keinginan erotis.
2. Insting Mati (Death Instinct)
Insting
mati disebut juga insting-insting merusak (destruktif). Insting ini
berfungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting hidup, karenanya
tidak begitu dikenal. Akan tetapi adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri,
bahwa tiap orang itu pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang menyebabkan
Freud merumuskan bahwa “Tujuan semua hidup adalah mati” (1920). Suatu derivatif
insting mati yang terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah
pengrusakan diri yang diubah dengan obyek subtitusi.
Insting
hidup dan insting mati dapat saling bercampur, saling menetralkan. Makan
misalnya merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat
dipuaskan dengan menggigit, menguyah dan menelan makanan.
2.4.3 Kecemasan
Kecemasan
(anxiety) adalah variabel penting
dari hampir semua teori kepribadian. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang
menjadi bagian kehidupan yang tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen
dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga
dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap
ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas
atau takut. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego karena
memberi sinyal ada bahaya di depan mata.
Kecemasan
akan timbul manakala orang tidak siap menghadapi ancaman. Hanya ego yang bisa
memproduksi atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego, maupun
dunia luar terkait dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan: realistis,
neurotis dan moral. Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan
neurosis, sedangkan ketergantungan ego pada superego memunculkan kecemasan
moral, dan ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan kecemasan realistis.
1. Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)
Adalah
takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini menjadi asal
muasal timbulnya kecemasan neurotis dan kecemasan moral.
2. Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)
Adalah
ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau figur
penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang
diyakininya bakal menuai hukuman. Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang
tua belum tentu mengetahui pelanggaran yang dilakukannya, dan misalnya orang
tua mengetahui juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi, hukuman dan figur
pemberi hukuman dalam kecemasan neurotis bersifat khayalan.
3. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Adalah
kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul ketika orang melanggar standar nilai
orang tua. Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak mirip, tetapi memiliki
perbedaan prinsip yakni : tingkat kontrol ego pada kecemasan moral orang tetap
rasional dalam memikirkan masalahnya sedang pada kecemasan neurotis orang dalam
keadaan distres – terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berfikir jelas.
2.4.4 Mekanisme Pertahanan Ego
Freud
mengartikan mekanisme pertahanan ego (ego
defense mechanism) sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah
kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan
superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Menurut
Freud mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan banyak
macamnya, adapun mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari ada
tujuh macam, yaitu :
1. Identifikasi (Identification)
Cara
mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri
dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding
dirinya. Diri orang lain diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap
dapat membantu mencapai tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat mana yang
membuat tokoh itu sukses sehingga orang harus mencoba mengidentifikasi beberapa
sifat sebelum menemukan mana yang ternyata membantu meredakan tegangan. Apabila
yang ditiru sesuatu yang positif disebut Introyeksi.
Mekanisme
pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan, yaitu :
a.
Merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah
hilang.
b.
Untuk mengatasi rasa takut.
c.
Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan
khayalan mental dengan kenyataan.
2. Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions
Compromise)
Manakala
obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak dapt dicapai karena ada
rintangan dari luar (sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu
direpres kembali ke ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang
berarti pemindahan enerji dari obyek satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan
obyek yang dapat mereduksi tegangan.
Proses
mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi antara
tuntutan insting id dengan realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi.
Ada tiga macam reaksi kompromi, yaitu :
a.
Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi,
diterima masyarakat sebagai kultural kreatif.
b.
Subtitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih
mirip dengan kepuasan aslinya.
c.
Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan. Gagal
memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang lain.
3. Represi (Repression)
Represi
adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes
untuk menekan segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat
menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran.
4. Fiksasi dan Regresi (Fixation and
Regression)
Fiksasi
adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena
perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan frustasi dan
kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap
perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju, karena merasa puas dan
aman ditahap itu.
Frustasi,
kecemasa dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan
tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap perkembangan yang
terdahulu, dimana dia merasa puas disana.
Perkembangan
kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif. Munculnya
dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang yang
puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi.
Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi
5. Proyeksi (Projection)
Proyeksi
adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi kecemasan
realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang mengancam
dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari
obyek eksternal kepada diri orang itu sendiri.
6. Introyeksi (Introjection)
Introyeksi
adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat positif
orang lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru gaya
tingkahlaku bintang film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat
meningkatkan harga diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga anak itu
merasa lebih bangga dengan dirinya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa
mengurangi kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara
mengadopsi atau melakukan introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan
perilaku orang lain.
7. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Tindakan
defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan
dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam kesadaran, misalnya benci
diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul masalah
bagaimana membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan pengganti
reaksi formasi : bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi formasi.
Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan
kompulsif
2.5
Perkembangan
Kepribadian
Freud
membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantil
(0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap
infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga
fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian
ditentukan terutama oleh perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga
tahap seksual infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis
seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi
pusat kepuasan seksual (erogenus zone)
1.
Fase
Oral (Usia
0 – 1 tahun)
Fase
oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama dari
kehidupan individu. Pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka
adalah mulut, yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau
air. Stimulasi atau perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi
merupakan tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasan.
2.
Fase
Anal (Usia
1 – 2/3 tahun)
Fase
ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase ini,
fokus dari energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan
atau kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau
menahan faeces (kotoran) pada fase
ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan oleh orang
tuanya melalui toilet training, yakni
latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang
kotorannya.
3.
Fase
Falis (Usia
2/3 – 5/6 tahun)
Fase
falis (phallic) ini berlangsung pada
tahun keempat atau kelima, yakni suatu fase ketika energi libido sasarannya
dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai
tertarik kepada alat kelaminnya sendiri, dan mempermainkannya dengan maksud
memperoleh kepuasan. Pada fase ini masturbasi menimbulkan kenikmatan yang
besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang
tuanya yang mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting.
Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan). Oedipus
complex adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan
jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin
memiliki ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari ibunya) dan menyingkirkan
ayahnya, sebaliknya anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan
ibunya.
4.
Fase
Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)
Fase
ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode peredaan
impuls seksual. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak
adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi,
fase laten lebih sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan
psikoseksual. Pada fase ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni
mengganti kepuasan libido dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang
intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Dan pada fase
ini anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik
dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).
5.
Fase
Genital
Fase
ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem
endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual
sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda seksual primer.
Pada fase ini kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai
kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain
diingkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan
jasmaniah. Pada fase ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar,
seperti : berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain
jenis, perkawinan dan keluarga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam teori psikoanalisis,
kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur atau
sistem yakni id, ego dan superego ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain
saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas.
1.
Id, adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang didalamnya terdapat
naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem yang lainnya, id adalah sistem
yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh
sistem-sistem terebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang
dilakukannya. Dalam menjalankan fungsi dan operasinya, id bertujuan untuk
menghindari keadaan tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.
2.
Ego, adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada
dunia objek tentang kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip
kenyataan. Ego tebentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak
dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego adalah upaya
memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu.
3.
Superego, adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan
aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Adapun fungsi
utama dari superego adalah :
· Sebagai
pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls
teresbut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
· Mengarahkan
ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral dari pada dengan kenyataan.
·
Mendorong
individu kepada kesempurnaan.
Freud menyatakan gagasan bahwa
energy fisik bisa diubah menjadi energy psikis, dan sebaliknya. Yang
menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah id dengan naluri-nalurinya
(insting).
1. Insting
2. Macam-macam
insting
3. Penyaluran dan
penggunaan energi psikis
4. Kecemasan
5. Mekanisme
Pertahanan Ego, yang dapat diuraikan menjadi tujuh macam mekanisme pertahanan
ego, yaitu :
· Identifikasi
· Displecement
· Represi
· Fiksasi and
Regresi
· Proyeksi
· Introyeksi
· Pembentukan
Reaksi
Freud menyatakan bahwa pada manusia
terdapat lima fase atau tahapan perkembangan yang kesemuanya menentukan bagi
pembentukan kepribadian. Lima fase tersebut adalah :
1. Fase Oral
2. Fase Anal
3. Fase Falis
4. Fase Laten
5. Fase Genital
3.2 Saran
Dalam pembentukan suatu kepribadian sangat penting
pengaruh peran dalam keluarga terutama orang tua. Sehingga sejak dini dibentuk,
diajarkan dan dibiasakan berkepribadian yang baik. Keluarga memberi teladan,
sikap, tingkah laku, berkomunikasi yang baik dengan tetangga serta lingkungan
masyarakat. Mari kita pelajari tentang keperibadian diri, agar kita dapat
bersikap baik, sopan, dan tidak bersikap kasar terhadap orang lain. Dengan
mempelajari kepribadian diri kita dapat mengubah diri kita menjadi orang yang
professional.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwisol.
2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Suryabrata,
Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Feist, Jess
and Gregory J. Feist. 2010. Teori
Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Koswara, E.
1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
0 Komentar