MAKALAH TEORI
KEPRIBADIAN HUMANISTIK
DISUSUN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
TEORI
KEPRIBADIAN
OLEH
:
MOHAMAD FURQONI AZIZ (4F) : 1113500086
PROGDI
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PANCASAKTI TEGAL
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul PENDEKATAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD.
Makalah ini di buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “TEORI
KEPRIBADIAN” dengan dosen pengampu RAHMAD AGUNG
NUGROHO, M.Si.
Pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih terutama
kepada :
1. Allah SWT
2. Kedua Orang Tua yang telah membiayai dalam
pembuatan makalah
3. RAHMAD AGUNG NUGROHO, M.Si
selaku dosen pengampu
4. Teman-teman semua
Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan pada makalah ini, oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah ini di masa yang akan
datang.
Semoga
makalah ini bermanfaat terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Tiada
manusia yang sempurna, kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Terima
kasih.
Tegal,
6 Mei 2015
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Abraham
Harold Maslow dilahirkan di Broklyn, New York pada tanggal 1 April 1908. Dia
dapat di pandang sebagai Bapak dari Psikologi humanistik. Pada awalnya, Maslow
yang anak imigran Rusia ini adalah seorang yang behavioris. Karena merasa tidak
puas dengan Psikologi behavioristik dan psikianalisis, Watson mencari
alternatif psikologi yang fokusnya adalah manusia dengan ciri-ciri
eksistensinya.
Maslow memutuskan untuk belajar psikologi terutama karena pengaruh behaviorisme
Watson. Melalui penelitian-penelitiannya di Universitas Wisconsin, dengan
menggunakan teori-teori Watson, Maslow menemukan berbagai persamaan antara kera
dan manusia.
Akan tetapi ada suatu peristiwa yang menyebabkan ia meninggalkan behaviorisme.
Yaitu kelahiran anaknya yang pertama, “Halilintar yang membereskan segala
sesuatu”, begitu dia menggambarkan pengalaman itu. “Saya akan berkata bahwa
siapa saja yang mempunyai seorang bayi tidak dapat menjadi seorang behavioris”.[1]
Dia terpesona oleh misteri kehidupan dan bukan dengan mengontrolnya sebagaimana
dikemukakan oleh behaviorisme.
Karena itu Maslow kemudian beralih ke psikologi holistik dan humanistik.
Gerakan psikologi humanistik mulai di Amerika Serikat tahun 1950 dan terus
berkembang. Para tokohnya berpendapat bahwa psikologi terutama psikologi
behavioristik mendehumanisasi manusia.[2]
Sekalipun psikologi behavioristik menunjukkan keberhasilannya yang cukup
spektakuler dalam bidang-bidang tertentu, namun sebenarnya gagal untuk
memberikan sumbangan dalam pemahaman manusia dan kondisi eksistensinya.
Dalam suasana ketidakpuasan terhadap psikologi behavioristik, muncul berbagai
macam buku ataupun artikel yang berkisar pada penekanan soal person. Misalnya
Maslow dengan bukunya yang berjudul “motivation and personality”,
bukunya Allport yang berjudul “Becoming”, yang menekankan pada
sifat-sifat yang ada pada manusia. Karena itu para Ahli psikologi humanistik
mengarahkan perhatiannya pada “humanisasi” psikologi, yang menekankan
pada keunikan manusia.
Manusia adalah makhluk yang kreatif, yang dikendalikan bukan oleh
kekuatan-kekuatan ketidak sadaran “psikoanalisis” melainkan oleh
nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri.
Menurut Maslow psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan
perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan. Psikologi harus mempelajari
kedalaman sifat manusia, selain mempelajari prilaku yang tampak juga
mempelajari prilaku yang tidak tampak, mempelajari ketidak sadaran sekaligus
mempelajari kesadaran, instropeksi sebagai suatu metode penelitian yang telah
di singkirkan, harus dikembalikan lagi sebagai metode penelitian psikologi.
Psikologi harus mempelajari manusia bukan sebagai tanah liat yang pasif, yang
ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar tetapi manusia adalah makhluk yang
aktif, menentukan geraknya sendiri, ada kekuatan dari dalam untuk menentukan
prilakunya.
B. Rumusan
Masalah
Adapun yang akan dirumuskan di dalam makalah ini
adalah :
- Teori Kepribadian Humanistik (ABRAHAM MASLOW)
- Sifat-sifat Pengaktualisasi-Pengaktualisasi Diri
C. Landasan Makalah
Makalah ini didasarkan dari
buku-buku yang mempelajari tentang Teori Kepribadian Humanistik, khususnya
menurut Abraham Maslow.
BAB II
PEMBAHASAN
- Teori Kepribadian Humanistik (ABRAHAM MASLOW)
1. Eksistensialisme dan
Psikologi Humanistik
Istilah Psikologi humanistik
diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an
bekerjasama dibawah kepemimpinan Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori
yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori
yang dimaksud adalah psikoanalisa dan behaviorisme. Sekelompok ahli tersebut
memiliki pandangan yang berbeda, tetapi mereka berpijak kepada konsepsi fundamental
yang sama mengenai manusia yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern,
yakni Eksistensialisme.
Eksistensialisme dengan sejumlah
tokohnya yang mengesankan adalah sebuah aliran filsafat yang mempermasalahkan
manusia sebagai individu dan sebagai problema yang unik dengan keberadaannya.
Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai
hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya para filsuf eksistensialis percaya
bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan
sendiri nasib atau wujud keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan
dan keberadaannya itu.
Oleh karena eksistensialisme
menekankan pada anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab
bagi tindakan-tindakannya, maka eksistensialisme menarik bagi para ahli
psikologi humanistik. Karena pengaruh eksistensialisme, psikologi humanistik
mengambil model dasar manusia sebagai makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
2. Ajaran-ajaran Dasar
Psikologi Humanistik
a. Individu
sebagai keseluruhan yang Integral
Salah satu aspek yang fundamental
dari Psikologi Humanistik adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus
dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas dan terorganisasi. Sesuai
dengan teori Maslow dengan prinsip holistiknya, motivasi mempengaruhi individu
secara keseluruhan, dan bukan secara bahagian.
b.
Ketidak relevanan Penyelidikan dengan Hewan
Para juru bicara Psikologi
Humanistik mengingatkan tentang adanya perbedaan yang mendasar antara tingkah
laku manusia dengan tingkah laku hewan bagi mereka, manusia itu lebih dari
sekadar hewan. Ini bertentangan dengan behaviorisme yang mengandalkan
penyelidikan tingkah laku hewan dalam upaya memahami tingakah laku manusia.
Berbeda dengan para behavioris yang menekankan kesinambungan alam manusia
dengan dunia hewan, Maslow dan para teoris kepribadian humanistik umumnya
memandang manusia yang sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan apapun. Maslow
menegaskan bahwa penyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami
tingkah laku manusia karena hal itu mengabaikan ciri-ciri khas manusia seperti
adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor, rasa
seni dan sebagainya yang dengan kesemua ciri yang dimilikinya itu manusia bisa
menciptakan pengetahuan, puisi, musik, dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia
lainnya.
c.
Pembawaan Baik Manusia
Teori Freud secara Implisit
menganggap bahwa manusia pada dasarnya memiliki karakter jahat. Impuls-impuls
manusia, apabila tidak dikendalikan akan menjuruskan manusia kepada pembinasaan
sesamanya dan juga penghancuran dirinya sendiri sementara menurut Maslow hanya
memiliki sedikit kepercayaan tentang kemuliaan manusia, dan berspekulasi secara
pesimis tentang nasib manusia. Sebaliknya, Psikologi humanistik memiliki
anggapan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik, atau tepatnya netral.
Menurut perspektif humanistik, kekuatan jahat atau merusak yang ada pada
manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk dan bukan merupakan bawaan.
d. Potensi Kreatif
Manusia
Pengutamaan kreativitas manusia
merupakan salah satu prinsip yang penting dari Psikologi Humanistik. Maslow,
dari studinya atas sejumlah orang tertentu menemukan bahwa pada orang-orang
yang ditelitinya itu terdapat satu ciri yang umum, yakni kreatif. Dari situ
Maslow menyimpulkan bahwa potensi kreatif merupakan potensi yang umum pada
manusia.
e.
Penekanan pada kesehatan Psikologi
Maslow secara konsisten beranggapan
bahwa tidak ada satupun pendekatan psikologis yang mempelajari manusia dengan
bertumpu pada fungsi-fungsi manusia berikut cara dan tujuan hidupnya yang
sehat. Dalam hal ini Maslow terutama mengkritik Freud yang menurutnya terlalu
mengutamakan studi atas orang-orang yang tidak sehat. Maslow juga merasa bahwa
psikologi terlalu menekankan pada sisi negatif manusia dan mengabaikan kekuatan
atau sifat-sifat yang positif dari manusia. Maslow yakin bahwa kita tidak akan
bisa memahami gangguan mental sebelum kita memahami kesehatan mental. Karena
itu Maslow mendesak perlu adanya studi atas orang-orang yang berjiwa sehat
sebagai landasan bagi pengembangan psikologi yang universal.
3.
Hierarki Kebutuhan Maslow
Hierarki kebutuhan Maslow merupakan
salah satu teori motivasi paling terkenal.[3]
Dalam bukunya yang berjudul “Motivation and personality (1954)”, Maslow
menggolongkan kebutuhan manusia itu pada lima tingkat kebutuhan, yaitu :[4]
a.
Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis ( phsysiological
needs ) adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya
karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup.
Yang paling dasar, paling kuat, dan
paling jelas diantara segala kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk mempertahankan
hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan makan, minum, tempat berteduh, oksigen,
dan sebagainya. Maslow berpendapat, keyakinan kaum behavioris bahwa
kebutuhan-kebutuhan fisiologis memiliki pengaruh yang besar pada tingkah laku
manusia hanya dapat dibenarkan sejauh kebutuhan-kebutuhan itu tidak terpuaskan.
Selanjutnya, jika pada gilirannya kebutuhan-kebutuhan ini telah pula dipuaskan,
lagi-lagi muncul kebutuhan-kebutuhan baru (lebih tinggi lagi), dan begitu
seterusnya. Menurut Maslow, selama hidupnya, praktis manusia selalu mendambakan
sesuatu.
b. Kebutuhan akan rasa
aman (safety needs)
Apabila kebutuhan fisiologis
individu telah terpuaskan, maka dalam diri individu akan muncul satu kebutuhan
lain sebagai kebutuhan yang dominan dan menuntut pemuasan, yakni kebutuhan akan
rasa aman (need for self-security). Yang dimaksud oleh Maslow dengan
kebutuhan akan rasa aman ini adalah sesuatu kebutuhan yang mendorong individu
untuk memperoleh ketentraman, kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya.
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan akan rasa aman ini sangat nyata dan bisa
diamati pada bayi dan anak-anak karena ketidakberdayaan mereka.
Pada dasarnya, kebutuhan rasa aman
ini mengarah kepada 2 bentuk, yaitu : Kebutuhan keamanan jiwa dan Kebutuhan
keamanan harta.
Kebutuhan rasa aman muncul sebagai
kebutuhan yang paling penting kalau kebutuhan psikologis telah terpenuhi. Ini
membutuhkan kebutuhan perlindungan, keamanan, hukum, kebebasan dari rasa takut
dan cemas. Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia menciptakan peraturan,
undang-undang, mengembangkan kepercayaan dan sebagainya.
c. Kebutuhan cinta
memiliki-dimiliki
Kebutuhan akan cinta dan rasa
memiliki (need for love and belongingness) ini adalah suatu kebutuhan
yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional
dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan
jenis, di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan kelompok di masyarakat.
Bagi individu-individu, keanggotaan dalam kelompok sering menjadi tujuan yang
dominan, dan mereka bisa menderita kesepian, terasing dan tak berdaya apabila
keluarga, pasangan hidup, atau teman-teman meninggalkannya.
Kebutuhan untuk memiliki dan
mencintai, muncul ketika kebutuhan sebelumnya telah dipenuhi secara rutin.
Orang butuh dicintai dan pada gilirannya butuh menyatakan cintanya. Cinta
disini berarti rasa sayang dan rasa terikat antara orang satu dan lainnya,
lebih-lebih dalam keluarga sendiri. Diluar keluarga, misalnya teman sekerja,
teman sekelas, dan lain-lain. Seseorang ingin agar dirinya disetujui dan
diterima.
d. Kebutuhan penghargaan
Pemenuhan kebutuhan penghargaan
menjurus pada kepercayaan terhadap diri sendiri dan perasaan diri berharga.
Kebutuhan akan sering kali diliputi frustasi dan konflik pribadi karena yang
diinginkan orang bukan saja perhatian dan pengakuan dari kelompoknya, melainkan
juga kehormatan dan status yang membutuhkan standar sosial, moral dan agama.
Seseorang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri serta lebih
mampu dan selanjutnya lebih produktif.
e. Kebutuhan
aktualisasi diri
Kebutuhan akan aktualisasi diri atau
mengungkapkan diri merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam teori
Maslow. Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan dibawahnya sudah
terpuaskan dengan baik. Maslow menandai kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai
hasrat individu untuk menjadi seseorang yang sesuai dengan keinginan dan
potensi yang dimilikinya.
|
- Sifat-sifat Pengaktualisasi-Pengaktualisasi Diri
Sifat umum orang-orang yang
mengaktualisasikan diri, menurut defenisi mereka telah cukup memuaskan
kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah secara teratur. Selain sifat umum, Maslow
juga membicarakan sejumlah sifat khusus yang menggambarkan
pengaktualisasi-pengaktualisasi diri.
1.
Mengamati Realitas secara efisien
Barang kali ciri yang paling
menonjol yang terdapat pada orang-orang yang aktualisasi diri itu adalah
kemampuannya untuk mengamati realitas dengan cermat dan efisien-efisien,
melihat realitas apa adanya tanpa dicampuri oleh keinginan-keinginan atau
harapan-harapannya.[6]
Karena memiliki kemampuan mengamati secara efisien, maka orang-orang yang
aktualisasi diri bisa menemukan kebohongan, kepalsuan, dan kecurangan pada diri
orang lain dengan mudah.
2.
Penerimaan atas diri sendiri, orang lain, dan kodrat
Orang-orang yang self-actualized
menaruh hormat kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain, serta mampu
menerima kodrat dengan segala kekurangan dan kelemahannya secara tawakkal.
Selain itu mereka juga bebas dari perasaan berdosa yang berlebihan, perasaan
malu yang tak beralasan, dan dari perasaan cemas yang melemahkan.
3.
Spontan sederhana dan wajar
Tingkah laku orang yang self-actualized
adalah spontan, sederhana, tidak dibuat-buat atau wajar, dan tidak terikat.
Spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran tingkah lakunya itu bersumber dari
dalam pribadinya, dan bukan sesuatu yang hanya nampak di permukaan.
4.
Fokus pada masalah
Orang-orang yang mengaktualisasikan
diri yang dipelajari Maslow, melibatkan diri pada pekerjaan. Tanpa
pengecualian, mereka memiliki suatu perasaan akan tugas yang menyerap mereka
dan mereka mengabdikan kebanyakan energi mereka kepadanya. Ini tidak berarti
bahwa mereka egosentris, melainkan lebih berarti bahwa mereka berorientasi pada
masalah melampaui kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri. Orang-orang yang self-actualized
juga memperhatikan masalah-masalah filsafah dan etika secara mendalam.[7]
Perhatian-perhatiannya terhadap masalah-masalah filsafah dan etika ini
menjadikannya hidup dalam kerangka acuan yang seluas-luasnya, kurang dirisaukan
oleh hal-hal yang remeh dan tak berarti.
5.
Pemisahan diri dan kebutuhan privasi
Kebutuhan privasi pada orang-orang
yang self-actualized lebih besar daripada kebutuhan privasi kebanyakan
orang. Dalam pergaulan sosial mereka sering di anggap memisahkan diri,
hati-hati, sombong, dan dingin. Ini disebabkan orang-orang yang self-actualized
tidak membutuhkan orang lain dalam kacamata persahabatan biasa, dan mereka
sepenuhnya percaya atas potensi-potensi dan otonomi yang mereka miliki.
6.
Berfungsi secara otonom
Erat hubungannya dengan kebutuhan
akan privasi dan independensi ialah preverensi dan kemampuan
pengaktualisasi-pengaktualisasi diri untuk berfungsi secara otonom terhadap
lingkungan sosial dan fisik. Karena mereka tidak lagi didorong oleh motif-motif
kekurangan, maka mereka tidak tergantung pada dunia yang nyata untuk kepuasan
mereka karena pemuasan dari motif-motif pertumbuhan datang dari dalam.
Perkembangan mereka tergantung pada potensi-potensi dan sumber-sumber dari
dalam diri mereka sendiri.
7.
Kesegaran dan Apresiasi
Maslow menemukan bahwa para
subjeknya menunjukkan kesanggupan untuk menghargai bahkan terhadap hal-hal yang
biasa sekalipun. Menurut Maslow, mereka menghargai hal-hal yang pokok dalam
kehidupan dengan rasa kagum, gembira dan bahkan heran, meski bagi orang lain
hal-hal tersebut membosankan bagi orang-orang yang self-actualized
kehidupan yang rutin akan tetap merupakan fenomena baru yang mereka hadapi
dengan “keharuan”, kesegaran, dan apresiasi.
8.
Pengalaman puncak atau Pengalaman mistik
Maslow mengamati bahwa orang-orang
yang self-actualized umumnya memiliki apa yang ia sebut pengalaman
puncak atau pengalaman mistik. Pengalaman puncak menunjuk kepada momen-momen
dari perasaan yang mendalam dan meningginya tegangan seperti yang dihasilkan
oleh relaksasi dan orgasme seksual. Menurut Maslow, pengalaman puncak ini diperoleh
subjek dari kreativitas, pemahaman, penemuan dan penyatuan diri dengan alam.
9.
Minat sosial
Meskipun orang-orang yang self-actualized
itu kadang-kadang merasa terganggu, sedih dan marah oleh cacat atau kekurangan
umat manusia, mereka mengalami ikatan perasaan yang mendalam dengan sesamanya.
Konsekuensinya, mereka memiliki hasrat yang tulus untuk membantu memperbaiki
sesamanya. Bagi orang-orang yang self-actualized, bagaimanapun cacat
atau bodohnya, manusia adalah sesama yang selalu mengundang simpati dan
persaudaraan.
10. Hubungan Antarpribadi
Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri
mampu mengadakan hubungan yang lebih kuat dengan orang-orang lain daripada
orang-orang yang memiliki kesehatan jiwa yang biasa. Mereka mampu memiliki
cinta yang lebih besar dan persahabatan yang lebih dalam, dan identifikasi yang
lebih sempurna dengan individu-individu lain. Akan tetapi hubungan antar
pribadi mereka, walaupun lebih kuat, namun jumlahnya lebih sedikit daripada
hubungan antarpribadi dari orang-orang yang tidak mengaktualisasikan diri.
11. Berkarakter demokratis
Maslow mengatakan bahwa orang-orang
yang self-actualized memiliki karakter yang demokratis dalam
pengertiannya yang terbaik. Karena mereka bebas dari prasangka, maka mereka
cenderung menaruh hormat kepada semua orang. Lebih dari itu mereka bersedia
untuk belajar dari siapa saja yang bisa mengajar mereka tanpa memandang
derajat, pendidikan, usia, ras, ataupun keyakinan-keyakinan politik.
12. Perbedaan antara sarana
dan tujuan, antara baik dan buruk
Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri
membedakan dengan jelas antara sarana dan tujuan. Bagi mereka, tujuan atau
cita-cita jauh lebih penting dari pada sarana untuk mencapainya. Akan tetapi,
hal ini lebih sulit karena kegiatan-kegiatan dan pengalaman-pengalaman tertentu
yang merupakan sarana bagi orang-orang yang kurang sehat kerap kali dianggap
oleh pengaktualisasi-pengaktualisasi diri sebagai tujuan dalam dirinya sendiri.
Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri juga sanggup membedakan antara baik dan
buruk, benar dan salah.
13. Rasa humor yang filosofis
Humor
pengaktualisasi-pengaktualisasi diri bersifat filosofis, humor yang
menertawakan manusia pada umumnya, tetapi bukan kepada seorang individu yang
khusus. Humor ini kerap kali bersifat instruktif, yang dipakai langsung kepada
hal yang dituju dan juga menimbulkan tertawa. Itu adalah semacam humor yang
bijaksana yang mengakibatkan suatu senyuman dan anggukan tanda mengerti
daripada gelak tertawa yang keras.
14. Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu sifat
yang akan diharapkan seseorang dari pengaktualisasi-pengaktualisasi diri.
Mereka adalah asli, inventif dan inovatif, meskipun tidak selalu dalam
pengertian menghasilkan sesuatu karya seni. Kreativitas lebih merupakan suatu
sikap, suatu ungkapan kesehatan psikologis dan lebih mengenai cara bagaimana
kita mengamati dan bereaksi terhadap dunia dan bukan mengenai hasil-hasil yang
sudah selesai dari suatu karya seni. Jadi, orang-orang dalam pekerjaan apa sja
dapat memperlihatkan kreativitas.
Bagi Maslow bukanlah suatu kejutan
apabila ia menemukan bahwa orang-orang yang dipelajarinya ini yang ia sebut
sebagai orang-orang yang self-actualized, memiliki ciri kreatif. Maslow
mengartikan kreativitas pada orang-orang yang self-actualized sebagai
suatu bentuk tindakan yang asli, naif, dan spontan sebagaimana yang dijumpai
pada anak-anak yang masih polos dan jujur.[8]
15. Resistensi terhadap
Inkulturasi
Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri
dapat berdiri sendiri dan otonom, mampu melawan dengan baik pengaruh-pengaruh
sosial, untuk berfikir atau bertindak menurut cara-cara tertentu. Mereka
mempertahankan otonomi batin, tidak terpengaruh oleh kebudayaan mereka,
dibimbing oleh diri mereka bukan oleh orang-orang lain.
Akan tetapi mereka tidak terus
menentang kebudayaan. Mereka tidak sengaja melanggar aturan-aturan sosial untuk
memperhatikan independensi hanya apabila timbul suatu soal yang sangat penting
bagi pribadi (biasanya suatu masalah moral atau etis), mereka akan terus terang
menentang aturan-aturan dan norma-norma masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abraham Harold Maslow adalah seorang filsuf dari NewYork, ia seorang filsuf
yang mencetus Psikologi Humanistik. Dia dapat juga dijuluki sebagai behavioris.
Karena tidak puas dengan Psikologi behavioristik dan psikoanalisis sehingga ia
mencari alternatif psikologi yang fokusnya adalah manusia dengan ciri-ciri
eksistensinya.
Beberapa teori yang diteliti secara alternatif seperti :
1. Psikologi Humanistik
Yaitu mengobjek manusia sebagai salah satu aliran filsafat modern yang berakar,
yakni eksistensisme.
2. Sifat-sifat aktualisasi diri
Yaitu dimana manusia mempunyai dorongan untuk lebih berkembang. Seperti
mengamati, penerimaan diri sendiri, spontan sederhana dan wajar, fokus pada
masalah pemisahan diri dan kebutuhan privasi, berfungsi secara otonom,
kesegaran dan apresiasi, pengalaman, minat sosial, hubungan antar pribadi,
berkarakter demokratis, perbedaan antara baik dan buruk, rasa humor yang
filosofis, kreativitas, resistensi terhadap inkulturasi.
Dari kesimpulan di atas, kita bisa menelaah lebih terperinci tentang bagasi
yang dicetuskan oleh Bapak Psikologi kita yaitu Abraham Harold Maslow, yang
mengarahkan arti, fungsi, jabatan manusia dalam kehidupan yang selalu ingin
berkembang.
B. Saran
Setelah melalui studi pustaka dan
diskusi kelompok selesailah makalah ini. Sepenuhnya kami sadar akan banyaknya
kekurangan di beberapa titik. Banyak penafsiran-penafsiran serta pendapat yang
berbeda dan itu semua tidak lepas dari sifat fitrah dari penulis sebagai
manusia yang memiliki banyak keterbatasan. Jadi maklumlah kiranya, jika
terdapat berbagai pendapat yang penulis simpulkan. Oleh semua itu, jika sampai
terdapat beberapa perbedaan pendapat, tentunya bisa di pelajari. Maka, besar
harapan kami adanya respon dari pembaca terhadap makalah ini.
Lepas dari itu semua kami berharap
makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi siapapun pembacanya.
Selanjutnya kami ingin berterima kasih kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah sederhana ini. Syukron. .
. . . . .
DAFTAR PUSTAKA
E. Koswara, Teori-Teori
Kepribadian, ed. II, Bandung : Eresco, 1991.
Sarwono, Sarlito W., Berkenalan
Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, Jakarta : PT. Bulan
Bintang, 2000.
Schultz, Duane, Psikologi
Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat, New York : Kanisius, 1977.
Sobur, Alex,
Psikologi Umum, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2003.
Walgito,
Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : Andi, 2004.
WynnBET : Situs Slot Online | Casino Online Gambling
BalasHapusWynnBET - Situs Slot Online 바카라사이트 WynnBet - 출장안마 Situs Slot Online WynnBet - Situs Slot Online WynnBet - Situs Slot Online ford fusion titanium 출장샵 WynnBet - Situs Slot Online deccasino WynnBet - Situs Slot Online